PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI
NOMOR 13 TAHUN 2017
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA
ULANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
WALIKOTA DUMAI,
Menimbang : a. berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang tercantum dalam Pasal 122
huruf l tentang Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang serta untuk menjamin adanya pelayanan kepada masyarakat dan kepastian
hukum akan kebenaran suatu pengukuran dengan mempergunakan alat ukur sehingga
terlindunginya kepentingan masyarakat perlu dilakukan peneraan terhadap alat
ukur, takar, timbang dan perlengkapannya;
b. dengan disahkannya Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang dengan Peraturan Daerah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16
tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3829);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
6. Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3258);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib Dan Pembebasan Untuk Ditera
Awal dan Ditera Ulang Serta Syarat-Syarat Bagi Alat Ukur, Takar, Timbang Dan Perlengkapannya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3283);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4741);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
11. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah;
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 731/MPP/Kep/10/2002 tentang Pengelolaan Kemetrologian dan Pengelolaan
Laboratorium Kemetrologian;
13. Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Tera / Tera Ulang (Lembaran Daerah Propinsi Riau Tahun 2011 Nomor 2);
14. Peraturan Daerah Kota Dumai
Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Dumai
(Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2008 Nomor 9 Seri D) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2011 Nomor 4
Seri D);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KOTA
DUMAI
dan
WALIKOTA DUMAI
MEMUTUSKAN
Menetapkan
: PERATURAN
DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang
dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Dumai.
2. Pemerintah Daerah adalah
Pemerintah Kota Dumai.
3. Walikota adalah Walikota Dumai.
4. Dinas adalah Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kota Dumai.
5. Bidang adalah Bidang Metrologi
dan Perlindungan Konsumen.
6. Retribusi pelayanan tera/tera
ulang adalah pembayaran atas pelayanan tera/tera ulang dan kalibrasi alat-alat ukur,
takar, timbang dan perlengkapannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Dumai.
7. Alat Ukur adalah alat yang dipergunakan
atau dipakai untuk pengukuran kualitas dan kuantitas suatu barang.
8. Timbang adalah alat yang
diperuntukkan atau dipakai untuk mengukur berat sesuatu barang.
9. Alat Takar adalah alat yang
diperuntukkan atau dipakai untuk pengukuran massa atau penimbangan.
10. Alat Perlengkapan adalah
alat-alat diperuntukkan atau dipakai sebagai perlengkapan atau tambahan pada
alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya yang menentukan hasil
pengukuran, penakaran dan penimbangan.
11. Menara adalah menandai dengan
tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku atau memberikan keterangan
tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan
oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukan pengujian yang memiliki sertifikat
penguji yang dikeluarkan oleh balai pendidik atau latihan penguji.
12. Tera Ulang adalah menandai
berkala dengantanda-tanda tera sah atau tera batal yang berlaku atau memberikan
keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tangan tera sah atau tera batal
yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya
berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan
perlengkapannya yang telah ditera.
13. Kalibrasi adalah kegiatan untuk
menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur dan bahan ukur
dengan cara membandingkan terhadap standar ukurnya yang mampu telusur
(traceable) ke Standar Nasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional.
14. Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
15. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
16. Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
17. Wajib Retribusi adalah orang
pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong retribusi tertentu.
18. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang
merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan
perizinan tertentu dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
19. Surat Pemberitahuan Tagihan
Pajak Daerah yang disingkat SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan
untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya
disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya
jumlah pokok retribusi yang terutang.
21. Surat Pendaftaran Objek
Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPORD adalah surat yang digunakan
oleh wajib retribusi untuk melaporkan objek retribusi dan wajib retribusi
sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut
peraturan perundang-undangan retribusi daerah.
22. Surat Tagihan Retribusi Daerah
yang selanjutnya disingkat STRD adalah untuk melalukan tagihan retribusi dan
atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
23. Pembayaran Retribusi Daerah
adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib retribusi sesuai tarip
retribusi dengan surat ketetapan retribusi daerah dan surat tagihan retribusi
daerah ke Kas Daerah atau tempat lainnya yang ditunjuk dengan batas waktu yang
telah ditentukan.
24. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
professional berdasarkan suatu standard pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah dan retribusi daerah.
25. Penyidikan Tindak Pidana dibidang perpajakan daerah
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Perpajakan
Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN
PERLENGKAPANNYA
Pasal 2
Alat Ukur, Takar, Timbang dan
Perlengkapannya (UTTP) yang digunakan dalam bidang metrologi legal wajib untuk
ditera dan/atau ditera ulang agar dalam pemakaian tidak merugikan pemakai atau
pihak yang dilayani oleh alat-alat tersebut.
Pasal 3
(1)
Alat
Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya yang wajib ditera dan ditera ulang
secara langsung atau tidak langsung digunakan atau disimpan dalam keadaan siap
pakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran atau penimbangan
untuk :
a.
kepentingan
umum;
b.
usaha;
c.
menyerahkan
atau menerima barang;
d.
menentukan
pungutan atau upah;
e.
menentukan
produk akhir dalam perusahaan;
f.
melaksanakan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Alat
Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya yang khusus diperuntukkan atau dipakai
untuk keperluan rumah tangga dibebaskan dari tera dan tera ulang.
(3)
Semua
Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) yang dipakai atau
diperuntukkan dalam penelitian, pengamatan atau control didalam proses kegiatan
merupakan alat ukur yang wajib ditera dan dapat dibebaskan dari tera ulang.
Pasal 4
(1)
Semua
Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) yang pada waktu ditera
atau tera ulang ternyata tidak memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi dan
tidak mungkin dapat diperbaiki lagi harus dirusak sampai tidak dapat
dipergunakan lagi.
(2)
Tata
Cara Pengrusakan alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya yang
menyangkut pelaksanaan teknis dan khusus maka pengaturannya ditetapkan oleh
keputusan kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB III
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK
RETRIBUSI
Pasal 5
Dengan nama retribusi pelayanan
Tera/Tera Ulang dipungut retribusi sebagai pembayaran atas tera/tera ulang dan
kalibrasi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP).
Pasal 6
Objek Retribusi adalah
pelayanan Tera/Tera Ulang yaitu antara lain sebagai berikut :
a.
Ukuran
Panjang;
b.
Ukuran
Panjang dengan Alat Ukur (Counter Meter);
c.
Alat
Ukur Permukaan Cairan (Level Gauge);
d.
Takaran
(Basah/Kering);
e.
Tangki
Ukur;
f.
Tangki
Ukur Gerak;
g.
Alat
Ukur dari Gelas;
h.
Bejana
Ukur;
i.
Meter
Taksi;
j.
Speedometer;
k.
Meter
Rem;
l.
Tachometer;
m.
Thermometer;
n.
Densimeter;
o.
Viskometer;
p.
Alat
Ukur Luas;
q.
Alat
Ukur Sudut;
r.
Alat
Ukur Cairan Bahan Bakar Minyak;
s.
Alat
Ukur Gas;
t.
Meter
Air;
u.
Meter
Cairan Minuman Selain Air;
v.
Pembatas
Arus Air;
w.
Alat
Kompensasi, Suhu (ATC)/Tekanan/Kompensasi lainnya;
x.
Meter
Prover;
y.
Meter
Arus Massa (Meter Kerja);
z.
Alat
Ukur Pengisi (Filling Machine);
aa. Meter Listrik (meter kWh);
bb. Meter energi listrik lainnya;
cc. Pembatas Arus Listrik;
dd. Stop Watch;
ee. Alat Ukur Kesehatan dan Lingkungan Hidup;
ff. Anak Timbangan;
gg. Timbangan;
hh. Dead Weight Tester Machine;
ii. Alat Ukur Tekanan Darah;
jj. Manometer Minyak;
kk. Pressure Calibrator;
ll. Pressure Recorder;
mm. Pencap
Kartu (printer/recorder) otomatis;
nn. Meter Kadar air.
Pasal 7
Subjek Retribusi retribusi
pelayanan tera/tera ulang adalah orang pribadi atau badan memperoleh jasa
pelayanan tera/tera ulang dan kalibrasi alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan
Perlengkapannya (UTTP).
BAB IV
PENGGOLONGAN
Pasal 8
Retribusi Pelayanan Tera/Tera
Ulang dan digolongkan pada retribusi jasa umum.
BAB V
CARA MENGUKUR TINGKAT
PENGGUNAAN JASA
Pasal 9
(1)
Tingkat
Penggunaan jasa Tera/Tera Ulang, dihitung berdasarkan tingkat kesulitan,
karakteristik, jenis, kapasitas dan peralatan pengujian yang digunakan.
(2)
Tata
cara penyelenggaraan Tera/Tera Ulang, ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota.
BAB VI
PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 10
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi
Pelayanan Tera/Tera Ulang ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa
yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas
pengendalian atas pelayanan tersebut.
(2)
Biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya
modal.
(3)
Dalam hal penetapan tarif
sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk
menutup sebagian biaya.
Pasal 11
(1)
Setiap
pelayanan Tera/Tera Ulang dikenakan retribusi.
(2)
Besarnya
tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) disesuaikan dengan jenis
peralatan yang ditera sebagaimana yang tercantum dalam lampiran yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 12
(1)
Tarif retribusi ditinjau
kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2)
Peninjauan tarif retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga
dan perkembangan perekonomian.
(3)
Penetapan tarif retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 13
Kewenangan pemungutan Retribusi
tera/tera ulang dilakukan di dalam wilayah daerah.
BAB VIII
MASA RETRIBUSI
Pasal 14
(1)
Masa
berlakunya Tera/Tera Ulang dihitung semenjak alat ukur, takar, timbang dan
perlengkapannya dilakukan tera awal dan berakhir sesuai dengan jenis peralatan
yang ditera sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Daerah ini dan
selanjutnya dilakukan tera ulang kembali.
(2)
Pelaksanaan
tera/tera ulang ini ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB IX
SAAT RETRIBUSI TERHUTANG
Pasal 15
Penetapan saat Retribusi
terhutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan oleh instansi penerima/pemungut retribusi.
BAB X
PERSYARATAN DAN PENETAPAN
RETRIBUSI
Pasal 16
(1)
Sebelum
wajib retribusi membayar retribusi yang dikenakan wajib retribusi terlebih
dahulu harus mengisi SPTRD.
(2)
SPTRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.
(3)
Bentuk,
isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPD ORD sebagaimana dimaksud ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota dengan blanko SPd ORD yang syah.
(4)
Berdasarkan
SPd ORD sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan
menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang diperlukan.
(5)
Bentuk,
isi serta tata cara penerbitan dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Walikota Dumai.
BAB XI
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 17
(1)
Retribusi
dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2)
Tata
cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran
Pasal 18
(1)
Retribusi
terutang harus dilunasi sekaligus dimuka.
(2)
Tata
cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN, KEBERATAN
DAN PENGEMBALIAN
Pasal 19
(1)
Wajib
retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan kepada Walikota Dumai atau
pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2)
Keberatan
diajukan secara tertulis dengan menyampaikan alasan-alasan yang jelas.
(3)
Keberatan
harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal SKRD diterbitkan,
kecuali apabila wajib retribusi dapat menunjukkan alasan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat di penuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4)
Pengajuan
keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan
retribusi.
(5)
Tata
cara akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota
Pasal 20
(1)
Penerimaan
hasil retribusi sebagaimana dimaksud pada pasal 11 dilaksanakan oleh instansi
atau dinas yang ditunjuk oleh Walikota dan diserahkan ke Kas Daerah.
(2)
Penerimaan
hasil retribusi sebagaimana dimaksud pasal 20 ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
walikota dumai.
Pasal 21
(1)
Walikota
atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan
yang diajukan.
(2)
Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ayat (1) telah lewat dan
Walikota atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan suatu keputusan, keberatan
yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 22
(1)
Wajib
retribusi akan dikenakan denda apabila tidak melakukan tera/tera ulang
sebagaimana pasal 21 ayat (1) dengan memberikan surat tagihan dan teguran
terhutang.
(2)
Denda
sebagaimana pada ayat (1) di atas dapat diberlakukan setelah diterbitkan surat
teguran dan surat paksa setelah adanya pengakuan hutang retribusi dari wajib
retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XIII
PEMBERIAN KERINGANAN,
PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 23
(1)
Walikota
atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan keringanan retribusi biaya
tera/tera ulang apabila wajib retribusi merasa biayanya terlalu tinggi dengan
mengajukan alasan-alasan keberatan.
(2)
Tata
cara pemberian keringanan sebagaimana diatur pada ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XIV
PENGHAPUSAN PIUTANG YANG
KADALUARSA
Pasal 24
(1) Hak untuk melakukan penagihan
retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung
sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak
pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika :
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang retribusi dan
wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat
Teguran sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf a kedaluwarsa penagihan dihitung
sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secata
langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b adalah wajib retribusi dengan
kesadarannya menyatakan masih mempunyai hutang retribusi dan belum melunasinya
kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan hutang retribusi secara
tidak langsung sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b dapat diketahui dan
pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran keberatan oleh wajib
retribusi.
Pasal 25
(1) Piutang Retribusi Daerah yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak
untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang
sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa
diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XV
INSTANSI PEMUNGUT
Pasal 26
Instansi pemungut adalah instansi yang ditunjuk sebagai Pelayanan
Tera/Tera Ulang dan pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut
Retribusi Daerah.
BAB XVI
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 27
(1)
Instansi yang melaksanakan
pemungutan retribusi daerah dapat diberi insentif atas dasar kinerja tertentu.
(2)
Instansi yang melaksanakan
pemungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas
pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan retribusi.
(3)
Besarnya insentif ditetapkan
5% (lima persen) dari rencana penerimaan retribusi dalam tahun anggaran yang
berkenaan.
(4)
Besaran insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran berkenaan.
(5)
Tata cara pemberian dan
pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya
sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan atau atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), adalah
pelanggaran.
BAB XVIII
PENYIDIKAN
Pasal 29
(1)
Pejabat
Pegawai Negeri tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus
sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di Bidang Retribusi
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
(2)
Penyidik
yang dimaksud pada ayat (1) di atas adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
yang dikarenakan fungsi dan tugasnya berhubungan dengan kewenangannya.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi
Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan
bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
g. menyuruh berhenti atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada
huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak
pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya
dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Hal-hal yang belum diatur dalam
Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya lebih lanjut diatur
dengan Peraturan Walikota.
Pasal 31
Peraturan Daerah ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai.
Ditetapkan
di Dumai
pada
tanggal 08 November 2017
WALIKOTA DUMAI,
ZULKIFLI, AS
IRUL ANWAR
Diundangkan di Dumai
pada tanggal 08 November 2017
SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,
M. NASIR
LEMBARAN
DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2017 NOMOR 3
SERI C
NO.REG. PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI PROVINSI RIAU (8.87.B/2017)
NO.REG. PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI PROVINSI RIAU (8.87.B/2017)
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH
KOTA DUMAI
NOMOR : 13 TAHUN
2017
TANGGAL : 08 NOVEMBER 2017
JENIS
DAN TARIF RETRIBUSI TERA /TERA ULANG
NO
|
JENIS ALAT-ALAT UKUR, TAKAR,
TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP)
|
BIAYA TERA
(Rp)
|
BIAYA TERA ULANG
(Rp)
|
1.
|
Ukuran
Panjang :
a. 1 m kebawah
b. 1 m
sampai dengan 10 m
c. Lebih
panjang dari 10 m, tariff 10 m
ditambah untuk tiap meter atau bagiannya.
|
4.000,-
8.000,-
2.000,-
|
2.000,-
4.000,-
2.000,-
|
2.
|
Takaran
Kering atau Takaran Basah :
a.
kapasitas 2 l kebawah
b.
2 l sampai dengan 25 l
c.
Lebih besar dari 25 l
|
4.000,-
6.000,-
10.000,-
|
2.000,-
3.000,-
5.000,-
|
3.
|
Anak
Timbangan :
a.
anak timbangan biasa 1 kg kebawah (kls M2 dan M3)
b.
anak timbangan biasa 2 kg dan 5kg (kls M2 dan M3)
|
4.000,-
6.000,-
|
1.000,-
2.000,-
|
4.
|
Timbangan
Mekanik
a.
Dacin Logam :
-
kapasitas 25 kg kebawah
-
kapasitas 25 kg sampai dengan 100 kg
-
kapasitas lebih dari 100 kg
b.
Timbangan Meja :
-
timbangan meja kapasitas 25 kg dan
kurang
c.
Timbangan Sentisimal :
-
kapasitas 250 kg kebawah
-
kapasitas 250 kg sampai dengan 1.000 kg
-
kapasitas lebih dari 1.000 kg
d.
Timbangan Pegas :
-
kapasitas 25 kg kebawah
-
kapasitas lebih 25 kg sampai dengan 100 kg
-
kapasitas lebih dari 100 Kg
e.
Timbangan Bobot Ingsut :
-
kapasitas dibawah 250 kg
- kapasitas lebih 250 kg sampai dengan 1.000 kg
-
kapasitas lebih dari 1.000 kg
f.
Timbangan Cepat :
-
kapasitas 25 kg kebawah
- kapasitas lebih dari 250 kg sampai dengan 100 kg
-
kapasitas lebih dari 100 kg sampai dengan 1.000 kg
-
kapasitas lebih dari 1.000 kg
g.
Timbangan Kuadran/surat :
-
kapasitas 0 sampai dengan 25 kg
h.
Neraca :
-
neraca Biasa
-
neraca Emas
-
neraca Obat
|
10.000,-
16.000,-
20.000,-
10.000,-
20.000,-
40.000,-
60.000,-
16.000,-
20.000,-
40.000,-
30.000,-
40.000,-
50.000,-
20.000,-
30.000,-
40.000,- 50.000,- 10.000,-
10.000,-
20.000,-
30.000,-
|
5.000,-
8.000,-
10.000,-
5.000,-
10.000,-
20.000,-
30.000,-
8.000,-
10.000,-
20.000,-
15.000,-
20.000,-
25.000,-
10.000,-
15.000,-
20.000,- 25.000,- 5.000,-
5.000,-
10.000,-
15.000,-
|
5.
|
Timbangan
Elektronik :
a.
Timbangan Elektronik kelas II (halus) :
-
kapasitas dibawah 10 kg
b.
Timbangan Elektronik kelas III (sedang) :
-
kapasitas dibawah 10 kg
-
kapasitas 10 kg sampai dengan dibawah 50 kg
-
kapasitas lebih dari 50 kg sampai dengan 250 kg
-
kapasitas lebih dari 250 kg sampai dengan 1.000 kg
- kapasitas
lebih dari 1.000 kg
c.
Timbangan Elektronik kelas III (biasa)
-
kapasitas dibawah 10kg
-
kapasitas lebih dari 10kg sampai dengan 50kg
-
kapasitas lebih dari 50kg sampai dengan 250kg
-
kapasitas lebih dari 250kg ssmpai dengan 1.000kg
-
kapasitas lebih dari 1.000kg
|
40.000,-
30.000,-
40.000,-
60.000,- 80.000,-
100.000,-
20.000,-
30.000,-
40.000,-
50.000,-
60.000,-
|
20.000,-
15.000,-
20.000,-
30.000,- 40.000,-
50.000,-
10.000,-
15.000,-
20.000,-
25.000,-
30.000,-
|
6.
|
Timbangan
Jembatan :
Timbangan
Jembatan Mekanik :
Kapasitas
maksimum dalam ton dikalikan dengan :
Timbangan
Jembatan Elektronik :
Kapasitas
maksimum dalam ton dikalikan dengan :
Timbangan
Jembatan 2 (dua) indikator :
Kapasitas
maksimum dalam ton dikalikan dengan :
|
12.000,-
15.000,-
27.000,-
|
6.000,-
8.000,-
14.000,-
|
7.
|
Timbangan
Ban Berjalan :
- kapasitas 100 ton/h dan kurang
- kapasitas 100 s/d 500 ton/h
- kapasitas 500 ton lebih
|
300.000,-
600.000,-
900.000,-
|
300.000
600.000
900.000
|
8.
|
Meter
Taksi :
Pengujian
berdasarkan jarak dan waktu
|
20.000,-
|
10.000,-
|
9.
|
Alat
Ukur Arus :
Meter
Arus Bahan Bakar Minyak :
- kapasitas 100 kl/h dan kurang
- kapasitas 100 s/d 500 kl/h
- kapasitas 500 s/d 1.000 kl/h
Meter
Arus Induk (master meter) :
- kapasitas 100 kl/h dan kurang
- kapasitas 100 s/d 500 kl/h
- kapasitas 500 s/d 1.000 kl/h
Pompa
Ukur Bahan Bakar Minyak :
Bahan
bakar murni setiap pesawat (nozzle)
Meter
Gas Tekanan Rendah/Tinggi :
- kapasitas 10 kl/h dan kurang
- kapasitas 10 s/d 300 kl/h
- kapasitas 300 s/d 500 kl/h
- kapasitas 500 kl/h lebih
- Meter gas induk
- Meter gas oritis
Meter
Air :
- kapasitas 10 kl/h dan kurang
- kapasitas 10 s/d 100 kl/h
- kapasitas 100 kl/h lebih
|
60.000,-
100.000,-
200.000,-
200.000,-
300.000,-
400.000,-
120.000,-
4.000,-
6.000,-
10.000,-
20.000,-
100.000,-
300.000,-
5.000,-
10.000,-
20.000,-
|
60.000,-
100.000,-
200.000,-
200.000,-
300.000,-
400.000,-
60.000,-
4.000,-
6.000,-
10.000,-
20.000,-
100.000,-
300.000,-
5.000,-
10.000,-
20.000,-
|
10.
|
Alat
Ukur Volumetrik :
Meter
Prover :
- kapasitas 2.000 liter dan kurang / seksi
- kapasitas 2.000 liter s/d 10.000 liter/seksi
- kapasitas 10.000 liter lebih/seksi
Tangki
ukur dan Tangki apung, Silinder tegak dan tangki ukur bola :
- kapasitas 1.000 liter lebih/seksi
- kapasitas lebih dari 3.000 s/d 5.000 kl
- kapasitas lebih dari 5.000 s/d 10.000 kl
- kapasitas 10.000 kl lebih
Silinder
datar :
- kapasitas 1.000 liter dan kurang
- kapasitas lebih dari 1.000 s/d 3.000 liter
- kapasitas lebih dari 3.000 s/d 5.000 liter
- kapasitas lebih dari 5.000 liter
Tangki
Ukur Gerak :
Tangki ukur mobil, cikar dan wagon
- setiap 100 liter kalikan dengan :
Tangki
ukur tongkang, tangker, dan tangki ukur pindah
- kapasitas 1.000 liter dan kurang :
- kapasitas lebih dari 1.000 s/d 3.000 kl
- kapasitas lebih dari 3.000 s/d 5.000 kl
- kapasitas lebih dari 5.000 s/d 5.000 kl
- kapasitas lebih dari 10.000 kl
|
200.000,-
400.000,-
600.000,-
300.000,-
600.000,-
700.000,-
800.000,-
300.000,-
400.000,-
350.000,-
400.000,-
100.000,-
1.000,-
400.000,-
500.000,-
600.000,-
700.000,-
800.000,-
|
200.000,-
400.000,-
600.000,-
300.000,-
600.000,-
700.000,-
800.000,-
300.000,-
400.000,-
350.000,-
400.000,-
100.000,-
1.000,-
400.000,-
500.000,-
600.000,-
700.000,-
800.000,-
|
11.
|
Alat
ukur Tinggi, Waktu, Sudut, Suhu dan lainnya :
- Alat pencap kartu otomatis
(printer/recorder)
- Alat pencap kartu tidak otomatis
- Meter kadar air
- Alat ukur textile, kabel dan sejenisnya
- Alat ukur tinggi
- Alat ukur permukaan cairan (level gauge)
mekanik
- Alat ukur permukaan cairan (level gauge)
elektronik
- Stop watch (pengukur waktu)
- Speedometer (penghitung kecepatan)
- Ralentometer (meter rem)
- Meter parker
- Neraca analitis
- Neraca substitusi
- Thermometer
- Wadah curah setiap liternya dikalikan
dengan
- Mesin/alat ukur luas
- Alat ukur sudut
- Block gauge (balok ukur)/unit
- Micrometer
- Areometer dan densimeter
- Perlengkapan meter arus BBM
- Perlengkapan meter gas orifis
- Meter standar
- Alat-alat ukur presisi lainnya
- Manometer
- PH Meter
- Dead Weigh
|
30.000,-
20.000,-
30.000,-
30.000,-
10.000,-
125.000,- 200.000,-
20.000,-
30.000,-
30.000,-
20.000,-
40.000,-
40.000,-
20.000,-
10.000,-
10.000,-
10.000,-
10.000,-
20.000,-
10.000,-
40.000,-
20.000,-
40.000,-
40.000,-
20.000,-
20.000,-
20.000,-
|
20.000,-
15.000,-
20.000,-
30.000,-
10.000,-
125.000,- 200.000,-
20.000,-
30.000,-
30.000,-
20.000,-
40.000,-
40.000,-
20.000,-
10.000,-
10.000,-
10.000,-
10.000,-
20.000,-
10.000,-
40.000,-
20.000,-
40.000,-
40.000,-
20.000,-
20.000,-
20.000,-
|
WALIKOTA DUMAI
PJ
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA
ULANG
I. UMUM
Pengaturan
jenis ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang wajib ditera dan
ditera ulang dilakukan dalam rangka menjamin kebenaran hasil pengukuran,
penakaran, atau penimbangan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen dan produsen (UTTP).
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah maka dalam melaksanakan Otonomi Daerah yang nyata,
luas dan bertanggung jawab diharapkan Daerah dapat meningkatkan Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah yang bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pada dasarnya Pendapatan Asli Daerah dipergunakan untuk
membiayai Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah yang bertujuan
untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian Daerah diharapkan mampu dalam membiayai
dan mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri.
Retribusi pelayanan kesehatan merupakan sumber Pendapatan
Asli Daerah yang cukup potensial sebagai Pungutan Daerah yang diambil dari
masyarakat atas jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas
Pasal
2
Cukup jelas
Pasal
3
Cukup jelas
Pasal
4
Cukup jelas
Pasal
5
Cukup jelas
Pasal
6
Cukup jelas
Pasal
7
Cukup jelas
Pasal
8
Cukup jelas
Pasal
9
Cukup jelas
Pasal
10
Cukup jelas
Pasal
11
Cukup jelas
Pasal
12
Cukup jelas
Pasal
13
Cukup jelas
Pasal
14
Cukup Jelas
Pasal
15
Cukup jelas
Pasal
16
Cukup jelas
Pasal
17
Cukup jelas
Pasal
18
Cukup jelas
Pasal
19
Cukup jelas
Pasal
20
Cukup jelas
Pasal
21
Cukup jelas
Pasal
22
Cukup jelas
Pasal
23
Cukup jelas
Pasal
24
Cukup jelas
Pasal
25
Cukup jelas
Pasal
26
Cukup jelas
Pasal
27
Cukup jelas
Pasal
28
Cukup jelas
Pasal
29
Cukup jelas
Pasal
30
Cukup jelas
Pasal
31
Cukup jelas